V. PEMELIHARAAN
5.1 Penyulaman
Kegiatan ini bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhan tanaman yang tidak normal. Penyulaman sebaiknya dikerjakan minimal satu bulan setelah tanam. Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyulaman adalah bibit yang memiliki ukuran dan umur yang sama dengan bibit yang ditanam. Apabila kegiatan penanaman menggunakan bibit stek (tanam langsung), bibit yang digunakan sebaiknya bibit stump. Apabila penanaman menggunakan bibit stump, maka bibit untuk kegiatan penyulaman digunakan bibit stump bersama tanah atau bibit stump dalam polybag.
Apabila kematian tanaman disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, maka sebelum dilakukan kegiatan penanaman, pada lubang tanam perlu diaplikasikan pesttisida.
5.2 Penyisipan
Penyisipan adalah kegiatan penanaman pada kebun yang telah berproduksi dengan maksud untuk meningkatkan populasi, seperti meningkatkan populasi dari 15.000 pohon / Ha menjadi 21.000 pohon / Ha. Kegiatan penyisipan juga dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami kematian.
Bibit yang digunakan untuk kegiatan penyisipan adalah bibit stump dalam polybag atau bibit stump yang masih ada tanah dengan ukuran hampi sama dengan ukuran tanaman yang ada di kebun.
Metoda lain untuk kegiatan penyisipan, yaitu dengan cara layering (perunduhan) yang menggunakan salah satu cabang pohon terdekat yang ditekuk ke dalam tanam.
5.3 Pengguludan
Pada lahan miring, kecepatan aliran permukaan air (surface run off) lebih cepat dibanding lahan datar. Kecepatan aliran permukaan air berpengaruh langsung terhadap jumlah erosi. Sedang di lain pihak, setiap terjadinya erosi, diangkut berbagai mineral tanah yang dibutuhkan tanaman.
Untuk menekan laju erosi tersebut di atas, maka pada lahan miring, perlu dibuat guludan (gumukan tanah) disepanjang barisan tanaman yang sejajar garis kontur. Sedangkan diantara dua barisan guludan dibuat parit yang disalurkan ke Saluran Pembuangan Air (SPA) yang memotong garis kontur.
Pembuatan guludan dan SPA sebaiknya dikerjakan sebelum kegiatan penanaman. Sedang kegiatan pemeliharaan guludan, parit dan SPA minimal dikerjakan satu kali dalam setahun.
Gambar Tanaman murbei setelah dilakukan pengguludan
5.4 Penggemburan tanah
Tujuan kegiatan penggemburan tanah pada tanaman murbei yaitu untuk memperbaiki aerasi tanah, sehingga proses keluar dan masuknya udara kedalam tanah akan lebih lancar. Pada tanah gembur pergerakan akar tanaman lebih leluasa, disamping kandungan udara tanah lebih tinggi dari tanah padat. Namun demikain, kegiatan penggemburan tanah ini harus dikerjakan hati-hati, karena pada saat penggemburan tanah bisa mengakibatkan akar terluka / patah.
Kegiatan penggemburan tanah, sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan organik dan kegiatan pengguludan. Dengan cara ini, selain akan menghemat tenaga kerja, juga frekuensi pemotongan akar dilakukan secara minimal. Penggemburan tanah minimal dilakukan 1 kali dalam setahun, yaitu ,menjelang atau awal musim hujan.
5.5 Pengendalian Gulma
Maksud dan tujuan pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan antara murbei dengan tanaman pengganggu (gulma), baik yang terjadi didalam tanah (seperti dalam memperoleh hara mineral) maupun persaingan yang terjadi di atas permukaan tanah (seperti dalam memperoleh cahaya matahari untuk fotosintesis). Gambar menyajikan perbandingan produksi daun dari kebun murbei bebas gulma dengan kebun murbei banyak gulma.
Pengendalian gulma dilakukan mulai tanaman ada di persemaian hingga tanaman ada di lapangan.
Pengendalian gulma pada persiapan lapangan
Dapat dilakukan secara manual atau secara kimia .
Pengendalian Gulma pada tanaman muda
Pengendalian gulma pada tanaman muda sebaiknya dilakukan secara manual, karena pengendalian gulma secara kimia seringkali mengakibatkan kematian tanaman.
Pengendalian Gulma pada tanaman dewasa
Pengendalian gulma pada tanaman Dewasa dapat dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia lebih ekonomis dibanding secara manual. Akan tetapi, metoda kimia dapat mematikan organisma yang terdapata dalam tanah. Karenanya, pengendalian gulma secara kimia yang terus menerus tidak dianjurkan. Sebaliknya, pengendalian gulma secara manual akan lebih baik terhadap tanah, akan tetapi cara ini kurang ekonomis. Untuk menyiasati keadaan ini kegiatan pengendalian gulma dilakukan dengan cara kombinasi, yaitu dengan cara manual dan kimia.
Frekuensi kegiatan pengendalian gulma, dilakukan tergantung kecepatan pertumbuhan gulma. Akan tetapi secara umum kegiatan pengendalian gulma dilakukan 45 hari sekali untuk Kebun Ulat Kecil, dan 80 90 hari untuk Kebun Ulat Besar.
5.6 Mulsa
Aktivitas / kegiatan penutupan bidang olah lahan dengan maksud untuk mengendalikan gulma, menghemat air tanah, meminimalkan laju erosi dan meminimalkan serangan penyakit disebut mulsa (mulching). Untuk pelaksanaan pemulsaan, dikenal dua bahan mulsa, yaitu mulsa organik dan mulsa sintesis. Bahan mulsa organik yang lazim digunakan adalah jerami dan gabah padi. Sedang bahan mulsa sintesis adalah plastik (vinyl mulching). Bahan mulsa organik dapat diaplikasikan pada tanaman muda dan tanaman yang telah berproduksi, sedang mulsa plastik efektif digunakan pada tanaman muda. Pengaruh mulsa terhadap produksi daun dan diameter cabang dapat dilihat pada gambar . Untuk luasan 1 Ha diperlukan jerami sebanyak 15 ton. Sedang mulsa syntesis kurang lebih sebanyak 8800 m.
5.7 Pemupukan
Beberapa hal yang menyebabkan tanah perlu dipupuk antara lain : tanaman tidak akan sempurna hidupnya, bila tanah kekurangan salah satu unsur mineral yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, sifat suatu unsur perannya sangat spesifik, sehingga tidak dapat digantikan dengan unsur lainnya.
5.7..3 Manfaat pemupukan
Bila dalam tanah kekurangan suatu hara mineral maka pertumbuhan tanaman akan lambat dan kerdil. Gambar menyajikan bahwa tanaman yang kekurangan hara mineral, khususnya NPK produksinya sangat rendah. Tetapi apabila tanaman tersebut diaplikasikan pemupukan NPK, produksi daun dapat meningkat 2,5 kali lipat.
5.7.4 Jenis-jenis pupuk
Dikenal 2 jenis pupuk yang sering digunakan dalam kebun yaitu, kebun pupuk an-organik dan pupuk organic. Pupuk anorganik adalah jenis pupuk yang diproduksi di pabrik dengan criteria : memiliki salah satu jenis hara mineral yang lebih dominan (banyak) seperti Urea, ZA, TSP, KCL dansebagainya . Pupuk anorganik lebih praktis digunakan, karena selain jumlahnya sedikit juga lebih mudah diaplikasikan. Akan tetapi apabila penggunaan pupuk anorganik ini digunakan secara tidak teratur berpengaruh kurang baik terhadap tanah, misalnya penggunaan urea yang berlebihan akan mengakibatkan kemasaman tanah. Jenis pupuk yang kedua adalah pupuk organic. Jenis pupuk ini bila diaplikasikan harus dalam jumlah besar, karena kandungan hara mineralnya rendah. Kelebihannya, pupuk organic dapat memperbaiki struktur tanah disamping akan meningkatkan jumlah bakteri yang dapat memproses berbagai biomas menjadi pupuk (humus). Jenis pupuk organik yang sering digunakan adalah kompos. Kompos adalah hasil permentasi berbagai micro organisma terhadap berbagai biomas, seperti limbah pertanian, limbah pakan ternak, kotoran ternak dan limbah pemeliharaan ulat (LPU). Kualitas kompos ditentukan oleh : 1) bahan kompos yang digunakan, 2) tahapan pembuatan kompos, 3) cara penyimpanan dan 4) kandungan microorganisma dalam kompos.
Tabel Kandungan mineral dalam berbagai kotoran binatang
Jenis binatang Nitrogen (%) Pospat (%) Kalium ( %)
Sapi 0,3-0,2 0,04-0,09 0,4-1,2
Ayam 0,5-0,4 0,09-2,00 0,3-3,0
LPU 0,8-0,3 0,03-1,00 0,3-1,0
LPU merupakan bahan kompos yang baik, karena didalamnya selain terdapat limbah pakan yang tidak dikonsumsi ulat, juga terdapat kotoran ulat seperti tahi dan air kencing. Dari 100 dfls pemeliharaan ulat dihasilkan 5 Kg tahi ulat dan 300 Kg limbah pakan. Namun demikian LPU tidak bisa langsung digunakan sebagai pupuk, karena perbandingan C:N nya masih tingg, yaitu 50 (C: N ideal < 20).
LPU seperti ranting dan cabang sulit hancur, sehingga untuk memanfaatkannya perlu dilakukan pembakaran, untuk diambil abunya sebagai pengganti kapur dalam pembuatan kompos. Untuk mempuat kompos LPU, sebaiknya dicampu dengan biomas lainnya, dengan perbandingan sebagai berikut
LPU : 100 bagian
Limbah peternakan : 100 bagian
Abu batang murbei : 1-2 bagian
Pupuk kandang : 5-10 bagian
LPU dan limbah pakan ternak sebaiknya dirajang (panjang + 5 cm). Kompos dapat digunakan setelah 6 bulan.
5.7.4.3 Metoda Pemupukan
5.7.4.3.1 Pemupukan anorganik.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pemupukan adalah : Efisiensi pengaruh pupuk oleh tanaman, menghindari kerusakan tanaman dan mudah dikerjakan. Metoda pemupukan yang biasa diterapkan dalam tanaman murbei, yaitu :
Tanaman muda : untuk tanaman yang masih muda pemupukan dapat dilakukan dengan cara membuat lubang kecil (ditugal) pada jarak 10 cm dari batang tanaman. Pupuk dimasukkan kedalam lubang lalu ditimbun dengan tanah. Metoda lainnya, yaitu dengan cara membuat larikan (lebar 10 cm; dalam 10 ) disepanjang barisan tanaman. Jarak larikan ke batang sekitar 10-15 cm . Pupuk disebar pada larikan, kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Tanaman diatas 2 tahun.
Metodanya hampir sama dengan di atas, hanya jarak batang ke larikan 20-30 cm. Demikian pula ukuran parit yang digunakan agak besar, yaitu lebar 20 cm dan dalam 20 cm.
5.7.4.3.2 Pemupukan organik:
Pemupukan organik dapat dilakukan dengan cara membuat lubang pada jarak 10 - 20 cm dari tanaman. Setelah pupuk dimasukan, dilanjutkan dengan penutupan lubang. Metoda lainnya yaitu dengan cara membuat larikan disepanjang barisan, ukuran lebar 20 cm dan dalam 20 cm. Pupuk dimasukkan ke dalam larikan kemudian ditutup kembali dengan tanah.
6.3.6 Jumlah Pupuk.
Cara yang terbaik untuk menentukan jumlah pupuk yang diberikan, yaitu dengan melakukan penelitian. Tanah diambil beberapa sample, kemudian dianalisis di laboratorium. Cara ini, dapat mengetahui kondisi tanah yang sebenarnya,sehingga penentuan jumlah dan jenis pupuk yang dibutuhkan dapat diketahui secara teliti. Namun demikian, metoda ini diperlukan keterampilan dan pengetahuan ilmu tanah yang tinggi. Ada cara lain untuk menentukan jumlah pupuk, yaitu dengan cara menggunakan persamaan sebagai berikut (Amirdaus, Perum Perhutani , 1999):
b + c - d
a = ------------
e
a = Jumlah hara yang diperlukan
b = Jumlah hara yang terdapat pada cabang dan daun yang dipanen
c = Jumlah hara yang diperlukan untuk pertumbuhan batang dan akar
d = Jumlah hara yang berasal dari alam.
e = Efisiensi pemupukan
Untuk menggunakan rumus diketahui data sebagai berikut ( asumsi ):
1. Pupuk yang dapat diproduksi secara alami :
• Nitrogen : 71,25 Kg/Ha/tahun
• Phospor : 22,50 Kg / Ha/tahun
• Pottasium : 75,00 Kg/Ha/tahun
2. Efisiensi penyerapan pupuk oleh tanaman murbei
• Nitrogen : 58,0 %
• Phospor : 18,0 %
• Kalium : 34,0 %
3. Kandungan hara mineral daun dan cabang
• Nitrogen : 0,60 %
• Phospor : 0,15 %
• Kalium : 0,47 %
4. Jumlah hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan batang dan akar 10 % dari total pupuk yang terdapat dalam cabang dan daun .
Sebagai contoh : Setiap tahun dihasilkan 20.000 kg cabang dan daun. Ini berarti bahwa Pupuk N yang diambil sebanyak = 0,6 % x 20.000 Kg = 120 Kg N (nilai b) .
Pupuk N yang dibutuhkan untuk akar dan batang 10 % x 120 Kg = 12 Kg N (Nilai c)
Pupuk N yang terdapat di alam = 71,25 kg N (Nilai c)
Efisiensi pemupukan = 58 % (nilai e)
120 + 12 - 71,25
Pupuk N yang diperlukan = ------------------------ = 104,7 Kg N
0,58
atau di bulatkan menjadi = 105 Kg N
Bila urea mengandung unsur N sebanyak 46 %; maka pupuk urea yang diperlukan adalah :
105 Kg N / 0,46 = 328 Kg Urea.
5.7.4.2.1 Perbaikan Kemasaman tanah
Permasalahan kemasaman tanah merupakan permasalahan yang sering ditemukan di kebun murbei, terlebih bila kebun murbei yang sebelumnya ditumbuhi alang-alang. Murbei yang hidup di tanah yang masam pertumbuhannya kerdil dan mudah kropos (Gambar ), sehingga hal ini tidak menunjang dalam penyediaan pakan ulat sutera. Untuk mengantisipasi kemasaman tanah, dapat dilakukan dengan cara pengapuran. Dikenal dua jenis kapur pertanian, yaitu :
Kapur Tohor : Kapur tohor dikenal pula sebagai bahan baku kapur sirih. Secara ilmiah kapur tohor adalah Calsium oksida (CaO). Bahan ini diperjualbelikan dalam kemasan kedap air dan udara. Bersifat kaustik dan tidak menyenangkan pada saat digunakan.
Kapur Karbonat : adalah batuan kapur atau karang kapur yang langsung digiling tanpa melalui proses pemanasan. Bahan diperjualbelikan sebagai kapur pertanian. Dikenal 2 jenis kapur karbonat. Bila bahannya terdiri CaCO3 disebut kapur; sedang bila mengandung MgCO3 atau CaCO3 disebut dolomit
Perhitungan Dosis Kapur
Tanaman murbei hidup optimal pada pH = 6,5 . Pada tabel di bawah ini disajikan jumlah kapur yang dibutuhkan pada berbagai pH tanah, menjadi pH yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman murbei.
Pengapuran : Dikenal 2 cara pengapuran, yaitu dengan cara disebar atau di benamkan ke dalam tanah. Cara penyebaran dilakukan apabila waktu pengapuran berbarengan dengan kegiatan pengolahan tanah (pendangiran, penggarpuhan atau penggaruan). Cara lainnya yaitu dengan cara membuat lubang. Pupuk dimasukan ke lubang, kemudian ditutup dengan tanah. Cara ini sering disebut dengan pemupukan kapur.
5.7.4.3 Waktu memupuk
Apabila tanaman murbei dilakukan pemangkasan cabang, maka hara mineral yang terdapat dalam batang dan akar dikuras untuk menopang pertumbuhan tunas berikutnnya. Dengan demikian maka kandungan hara akar dan batang mengalami defisit yang sangat besar. Untuk mempertahankan hara dalam akar dan batang, maka perlu segera dilakukan kegiatan pemupukan. Dengan demikian, maka pelaksanaan pemupukan sebaiknya dilakukan sebelum atau setelah pemangkasan. Untuk mencegah kehilangan pupuk yang besar, karena diserap tanaman gulma, maka sebelum pemupukan perlu dilakukan penyiangan.
Kandungan air tanah mempunyai peran penting dalam kegiatan pemupukan. Pupuk akan segera dimanfaatkan tanaman apabila telah larut dalam air. Karenanya, pemupukan harus dikerjakan pada saat kandungan air tanah mencukupi. Hal ini terjadi pada musim hujan atau setelah diaplikasikan pengairan.
Kaitannya dengan kandungan air tanah, jumlah pupuk yang diberikan bervariasi, dari gambar dapat dilihat, bahwa pada awal musim hujan (Oktober) pupuk diaplikasikan sebanyak 40 % dari total dosis. Demikian juga pada pertengahan musim penghujan (Januari) sebesar 40 %. Sedang pada akhir musim hujan (April) jumlah pupuk yang diberikan hanya sebesar 20 % dari total dosis. Tidak dilakukan aktivitas pemupukan pada musim kemarau.